( LANJUTAN )
Objek yang paling menakutkan di setiap
Universitas di Indonesia, tak terkecuali di Unhas, adalah Senior. Bahkan
ada sebuah wacana yang menyatakan bahwa mahasiswa baru zaman sekarang
kebanyakan lebih takut kepada seniornya dibandingkan kepada dosennya.
Berbagai pengalaman tentang berhadapan dengan senior di Teknik telah
didapatkan oleh teman-temanku. Sepertinya, senioritas dalam kedok
‘Pembentukan Mental’ masih berkuasa dalam lingkungan kampus, meskipun
sekarang senioritas itu dibungkus dengan
sampul yang lebih modern dan
canggih.
Ketika hampir sebulan aku berada di Unhas dalam
kerajaan Teknik, sebuah kabar mengejutkan sekaligus membahagiakan mulai
beredar. Pengumuman USM STAN telah resmi diumumkan pada pukul 11 siang
di situs resminya. Aku yang pada saat itu menghadiri kuliah
Kewarganegaraan sangat terkejut menerima pesan singkat ( SMS ) dari
ibuku bahwa lagi-lagi aku dinyatakan lolos di STAN. Sungguh aku tak
percaya bahwa aku bisa segera berkuliah di Jakarta sebagai mahasiswa
STAN. Aku tak percaya bahwa aku bisa mengalahkan 5.000-an pesaingku,
khusus di daerah Makassar dan 80.000-an pesaingku di seluruh Indonesia.
Selain itu, seorang auditor keuangan yang sangat bijaksana pernah
berkata padaku bahwa aku masuk peringkat 500 besar dengan skor tertinggi
dalam USM STAN. Hatiku bahagia mendengar penuturan itu.
Begitu
aku mengetahui berita ini, sahabatku yang pertama di Unhas, Iwan,
menanyakan hasil USM STAN kepadaku dan dia terlihat begitu senang
setelah mengetahui bahwa aku lolos USM. Beberapa temanku pun
mengetahuinya dan memberi selamat kepadaku. Aku tak tahu perasaan apa
yang harus ku tampakkan pada rombongan kelas Teknik Informatika ini jika
mereka semua tahu bahwa aku, teman mereka yang telah bersama-sama di
Teknik Informatika selama lebih dari satu bulan ini, adalah salah satu
orang yang mampu menaklukkan sulitnya USM STAN.
Seorang
pemuda, anak Teknik Informatika sepertiku yang bernama Murtadi sangat
antusias mendengarkan ceritaku saat mengerjakan soal-soal USM. Ia banyak
bertanya tentang soal-soal apa saja yang paling banyak ku kerjakan.
Namun, aku tahu, intinya dia ingin menanyakan sebuah pertanyaan
pamungkas yang tersembunyi, “Bagaimana tipsnya supaya bisaki’ lulus USM
STAN ?”. Kira-kira begitulah pertanyaannya. Dan aku menjawab dengan
singkat, “Pelajari soal-soal USM tahun lalu ! Kerjakan soal-soalnya
dengan jujur dan tenang. Ingat ! Perhatikan peraturan angka matinya. Dan
satu lagi, yakinkan dalam hatimu bahwa kau bisa menjadi salah satu yang
terbaik yang bisa menembus USM STAN itu”. Sejenak ia terdiam dan
kemudian takjub mendengar jawabanku.
Hari pengumuman
yang indah itu telah berakhir. Muncul lagi hari-hari lain yang penuh
dengan kesibukan demi mempersiapkan berbagai macam persyaratan untuk
mendaftar ulang di STAN. Sejak hari itu, tanggal 2 September 2009, aku
secara resmi tak pernah lagi menampakkan wajahku pada seluruh civitas
UNHAS. Pada hari yang berbahagia itu, aku secara resmi menyatakan
memutuskan hubungan dengan Universitas Negeri Terbesar di Indonesia
Timur itu. Pada hari itu, aku secara resmi mengundurkan diri sebagai
mahasiswa baru di UNHAS. Dan pada hari itu pula, aku secara resmi telah
menjadi mahasiswa baru di STAN.
Aku tak sempat
mengucapkan ucapan “Selamat Tinggal” pada teman-temanku di Teknik
Informatika. Untuk sekedar melihat wajah mereka pun, aku tak sempat.
Sebenarnya, aku ingin pergi ke Unhas untuk terakhir kalinya pada hari
terakhir BSS untuk sekedar mengucapkan “Good Bye”. Namun, hari-hariku
setelah pengumuman USM itu selalu dikacaukan oleh pikiran bahagia,
pikiran yang menerawang tentang indahnya berkuliah di STAN, dan
pikiran-pikiran positif lainnya sehingga aku tak lagi berpikir dan tak
lagi berniat untuk mengucapkan salam perpisahan terakhir pada
teman-temanku di Teknik Informatika. “Maafkan aku, teman-temanku.
Maafkan aku yang telah pergi tanpa pamit terlebih dahulu pada kalian.
Aku berharap aku bisa bertemu lagi dengan kalian dalam keadaan sukses”.
Begitulah kiranya isi hatiku, tumpahan perasaanku, jeritan hati kecilku
kepada teman-temanku yang lucu dan sedikit apatis padaku, yaitu
anak-anak Teknik Informatika angkatan 2009.
Aku akan membahas
sedikit tentang persahabatanku dengan 3 orang sahabatku di Teknik
Informatika. Aku punya beberapa orang teman yang langsung menjadi
sahabat bagiku. Sahabat pertamaku adalah Iwan. Pemuda yang berasal dari
Tana Toraja ini memiliki pengetahuan yang cukup luas tentang komputer
dan ia sangat cocok menjadi salah satu mahasiswa Teknik Informatika.
Hatinya sangat baik dan dia selalu ada di sampingku sejak hari pertama
PMB hingga hari terakhirku berada di UNHAS. Wajahnya adalah salah satu
wajah terbaik yang mungkin tak akan kulupakan. Sahabat keduaku adalah
Anto. Pemuda polos ini adalah pemuda yang sangat baik hati. Ia juga
senantiasa memberitahuku tentang jadwal kuliah jika aku ketinggalan
informasi. Ia adalah sahabat terbaikku setelah Iwan. Dan sahabat yang
terakhir adalah Echi. Gadis manis ini memang tak terlalu dekat denganku.
Namun, sifatnya yang mudah bergaul dengan siapa saja membuatku enjoy
berbincang-bincang dengannya. Bahkan, aku serasa telah berteman
dengannya selama bertahun-tahun. Itulah 3 orang sahabatku di Teknik
Informatika. Harapanku saat ini, semoga aku bisa bertemu dengan mereka
di suatu hari nanti.
Kembali lagi ke kisahku tentang STAN.
Jika aku mengenang kembali mengapa aku harus mendaftar di STAN, aku
selalu ingin tertawa sendiri. Hal ini memang sangat lucu. Awalnya, aku
hanya berniat untuk berkuliah saja di Teknik Informatika Unhas,
berkuliah sebagai mahasiswa yang cerdas, dan kemudian bekerja sebagai
informan yang baik nantinya. Semua itu berubah setelah seorang sahabatku
yang satu bimbel denganku, Ika Handayani, mengajakku untuk mendaftar di
STAN. Awalnya, aku menolak dengan alasan bahwa aku tidak direstui oleh
ayahku untuk berkuliah di STAN. Namun, aku akhirnya luluh setelah ibuku
juga menyuruhku untuk mendaftar di STAN. Berawal dari coba-coba inilah,
aku berusaha untuk menjalaninya dengan baik sama seperti saat mendaftar
SNMPTN. Walaupun awalnya aku tak terlalu tertarik berkuliah di STAN,
namun aku tak ingin mengecewakan ibuku dan bibiku yang sudah men-support
aku untuk mengikuti tesnya. Selanjutnya, aku mengikuti tesnya dengan
baik.
Awalnya aku berpikir bahwa UNHAS mungkin sudah cukup
bagiku sebagai tempat yang baik untuk menimba ilmu. Aku tak berpikir
sedikitpun bahwa aku bisa menembus ujian yang sangat dahsyat itu. Aku
hanya beranggapan bahwa aku tak cukup beruntung untuk bisa tersaring
sebagai orang-orang terpilih di STAN. Aku justru menjagokan sahabatku,
teman sebangkuku waktu SMA dulu, yaitu Pian, untuk bisa lolos seleksi
kali ini. Ku akui, logika anak itu memang sangat berbeda dari logika
orang lain. Ada kecerdasan tersembunyi yang tidak tereksplor dari
dirinya. Selain itu, aku juga menjagokan semua orang paling jenius di
seluruh penjuru Sulawesi Selatan. Pikirku, aku tak bakalan lolos.
Mengapa ? Jawabannya, karena masih banyak orang-orang yang lebih jenius
daripada aku. Masih banyak orang yang lebih pantas mendapatkan gelar
mahasiswa STAN dibandingkan aku.
Secercah doaku dan doa ibuku
yang menginginkanku untuk lolos USM STAN segera dijawab oleh Allah SWT.
Pengumuman USM STAN itu mendeklarasikan bahwa yang lolos USM STAN dari
daerah Makassar dan sekitarnya hanya 30 orang. Aku melihat namaku ada di
sana. Ketidakpercayaanku atas hasil ini semakin mengukuhkan fakta bahwa
dugaanku memang benar, USM STAN memiliki sistem penyaringan yang tak
hanya mengandalkan prestasi akademis saja, namun lebih kepada manajemen
mental dan perilaku.
Setelah aku bertemu dengan 29 orang luar
biasa lainnya, aku baru tersadar bahwa tujuan penyaringan dalam USM STAN
tidak hanya mencari orang-orang yang berbakat dalam hal akademis saja,
namun juga tersembunyi aspek mental yang ingin digali. Aspek
‘keberuntungan’ menempati posisi yang strategis sebagai penentu
keberhasilan seseorang dalam USM STAN. Jadi, aku berkesimpulan bahwa ada
2 hal yang paling dominan yang ada di dalam diri para pemenang USM
STAN, yaitu kecerdasan logika dan keberuntungan mereka.
Ada
banyak hal yang tak dapat ku lupakan sebelum keberangkatanku menuju
Jakarta. Misalnya, pengorbanan ibuku yang tak kenal lelah mengantarku
kesana kemari, mengurus seluruh biaya pemeriksaan kesehatanku di rumah
sakit, dan lain-lain. Selain itu, aku juga tak rela meninggalkan
adik-adikku yang seharusnya saat ini membutuhkan nasihat-nasihat dan
perhatian yang lebih dari seorang kakak sepertiku. Aku sangat tidak rela
meninggalkan kampung halamanku, pikirku saat itu.
Hal yang
juga paling membuatku berkesan adalah seisi rumahku memiliki kesibukan
yang baru, yaitu membantuku mengepak barang-barang yang akan ku bawa ke
Jakarta. Aku dan adik-adikku seringkali saling beradu pendapat tentang
barang-barang apa saja yang harus ku bawa. Nampaknya mereka menyimpan
perasaan sedih dan bangga dalam waktu yang bersamaan. Keriangan dan
keceriaan mereka yang mampu menghiburku saat itu membuatku semakin kuat
dan semakin tegar sehingga aku merasa yakin bahwa aku bisa menggenggam
masa depanku. Aku janji, keceriaan mereka akan ku balas dengan
memberikan mereka kebahagiaan.
Sejujurnya, aku sangat
dilema terhadap 2 pilihan yang Allah SWT berikan kepadaku. Kedua-duanya
adalah pilihan yang sangat diidam-idamkan oleh semua calon mahasiswa di
seluruh Indonesia. Aku harus memilih antara 2 kampus terbaik yang pernah
ku kenal, UNHAS dan STAN. Aku harus memilih antara 2 jurusan terbaik
yang pernah ada, Teknik Informatika UNHAS atau Akuntansi Pemerintahan
STAN. Mungkin bagi orang lain, aku terlalu berlebihan bila menyebut
UNHAS sebagai yang terbaik. Namun, bagaimanapun juga, UNHAS adalah rumah
kedua bagiku. Aku sudah sangat bahagia bisa berkuliah selama sebulan di
sana. Namun, ketika aku sedang menikmati keasyikan berkuliah di UNHAS,
pilihan terbaik yang kedua pun datang padaku. Dalam hati, aku bertanya,
haruskah aku melepas status mahasiswaku di UNHAS ? Haruskah aku
menyambut nasib baik yang menungguku untuk memilih berkuliah di STAN ?
Yang mana yang lebih baik, UNHAS atau STAN ? Aku terus menerus bertanya
seperti itu pada diriku sendiri. Namun, petunjuk-Nya pun datang. Aku pun
akhirnya dengan tegas memilih untuk berkuliah di STAN walaupun aku
harus melepas kesempatan untuk berkuliah di UNHAS. ~_~
Sungguminasa, sebuah ibukota kabupaten yang menyimpan sejuta kenangan
bagiku, tak ku sangka harus ku tinggalkan secepat itu. Namun, hati
kecilku mengatakan bahwa kenangan itu tak terjalin indah jika aku hanya
diam saja di sini dan meratapi kota kecil ini terus-menerus. Aku harus
bangkit untuk menyongsong masa depanku di Jakarta. Lalu pada hari
keberangkatan itu, aku dengan ikhlas, melepas adik-adikku, lingkungan
tempat tinggalku, teman-temanku, kawan-kawanku, sahabat-sahabatku dan
kota Sungguminasa serta Makassar, tentunya.
Sepanjang
perjalanan menuju bandara, aku berusaha untuk memunculkan perasaan
bahagiaku walaupun saat itu aku tak mampu menutupi perasaan sedihku.
Ibuku menghiburku dengan mengatakan bahwa aku sudah punya masa depan
yang cerah, jangan lagi menengok ke belakang, jangan lagi memikirkan
Makassar, jangan lagi memikirkan UNHAS yang sangat ku cintai,
dan jangan lagi memikirkan apa-apa selain STAN, setidaknya untuk saat
ini. Fokus saja pada STAN, demikian beliau menyampaikan nasehatnya
padaku. Berulang kali beliau mengatakan hal yang sama sampai beliau bisa
memastikan bahwa aku bisa menjadi semakin kuat dan semakin tegar
meninggalkan kesedihanku, meninggalkan yang ada di belakang, dan
meninggalkan segalanya. Dan hasilnya, aku pun akhirnya bisa memiliki
perasaan bahagia itu seutuhnya. ^_^
Pertemuanku dengan 3
orang temanku sesama mahasiswa STAN membuatku semakin bahagia.
Wajah-wajah ceria mereka membuatku bisa tersenyum kembali sehingga aku
mampu melupakan segala kesedihanku. Mereka adalah Asnur, Amal, dan
Taufiq. Jumlah rombongan kami berjumlah 6 orang, dengan 4 orang
mahasiswa baru diikuti ibuku dan ayahnya Taufiq. Hari yang membahagiakan
itu menjadi awal perjalanan panjangku menuju masa depanku. Menjadi
akuntan adalah sebuah kepastian dan saat ini, saat aku berdiri, adalah
saat di mana aku harus memastikan bahwa kepastian itu terwujud.
Saat pesawat kami mendarat dengan selamat di atas tanah Jakarta,
aku tak henti-hentinya mengucap syukur karena rombongan kami telah tiba
di Jakarta dengan selamat. Angin sepoi-sepoi yang berhembus di sepanjang
lapangan terbang bandara Soekarno-Hatta membuatku semakin bersemangat
untuk menjejaki kampus akuntansi terbaik di Indonesia. Dengan perasaan
yang bahagia, rombongan kami membawa barang bawaan kami masing-masing
keluar dari bandara, memesan rent-car, dan bergegas menuju STAN.
Perlu waktu satu setengah jam untuk bisa sampai ke kampus STAN.
Setibanya di sana, ibuku, ayah Taufiq, dan Asnur langsung mencari
kos-kosan yang tepat dan strategis. Setelah menunggu sekitar 45 menit,
aku akhirnya bisa bernaung di kosan yang ibuku pilih. Tempatnya sangat
strategis karena terletak di mulut gang Sarmili dan sangat dekat dengan
gedung perkuliahan. Siang harinya, aku, Taufiq dan Asnur mendatangi
tempat pendaftaran ulang dan langsung mendaftar ulang sebagai mahasiswa
STAN. Malam harinya, 3 orang temanku yang lain juga tiba di STAN. Mereka
adalah Afdal, Feri, dan Arman, sehingga jumlah kami sebagai perwakilan
dari Makassar berjumlah 7 orang.
Setiap universitas memiliki
cara-cara tersendiri untuk menyambut mahasiswa baru yang akan berkuliah
di dalamnya. Misalnya saja, UNHAS mengadakan PMB ( Penerimaan Mahasiswa
Baru ) yang diselenggarakan selama 4 hari dan dilanjutkan dengan BSS (
Basic Study Skills ) yang diselenggarakan setiap hari Sabtu selama 4
minggu berturut-turut. STAN juga memiliki acara penyambutan
mahasiswa-mahasiswi baru dengan nama DINAMIKA ( Studi Perdana Memasuki
Kampus ). Segala tentang DINAMIKA akan dibahas di bagian berikutnya.
Setelah pendaftaran ulang pada tanggal 8 September itu, panitia
pendaftaran ulang memberikan sehelai kertas berisi tugas-tugas yang
harus dikerjakan pada waktu Pra-DINAMIKA dan DINAMIKA. Setelah menerima
kertas itu, aku pun teringat perkataan seorang teman ibuku. Beliau
pernah berkata bahwa DINAMIKA di STAN memang tidak mengandung unsur
kekerasan sedikit pun, namun sebagai gantinya, tugas-tugas DINAMIKA lah
yang akan menumpuk nanti. Aku tak bisa membayangkan seperti apa
tugas-tugas yang akan diberikan.
Ibuku menemani hari-hariku di
STAN selama 5 hari sejak hari keberangkatanku. Beliau rela meninggalkan
pekerjaan kantornya demi mengantarkan anak kesayangannya ini ke Jakarta.
Aku sangat bahagia melihat wajahnya yang berseri-seri ketika aku
dinyatakan lulus di STAN. Bila ada orang yang paling antusias dan paling
bahagian dengan kelulusanku di STAN hingga rela membantu mengurus
segala persyaratan pendaftaran ulangya, maka ibuku lah orangnya. Ibuku
adalah yang paling pertama menyarankan aku untuk berkuliah di STAN
walaupun aku sudah berkuliah di UNHAS. Saat aku menanyakan mana yang
sebaiknya aku pilih antara UNHAS dan STAN, ibuku menjawab dengan jawaban
yang cerdas, “Nak, kamu sudah lolos masuk STAN. Profesi sebagai pegawai
keuangan sudah ada di tanganmu. Sekarang adalah bagaimana caramu untuk
menggapainya. Dan cara satu-satunya adalah memilih STAN sebagai tempat
kuliahmu. Jangan kau ragu pada pilihanmu. Yakinkan hatimu bahwa STAN
adalah tempat kuliah terbaik bagimu. Mama yakin bahwa kau bisa sukses di
STAN asalkan kau mau bersungguh-sungguh menuntut ilmu di sana”.
Sungguh, itu adalah jawaban tercerdas yang pernah ku dengar.
( BERSAMBUNG )
Sabtu, 28 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tentang Saya
- Pencari Cahaya
- Alumni STAN Angkatan 2009 | Calon PNS di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak Angkatan 2013
Pengunjung Setia
Diberdayakan oleh Blogger.
Postingan Terpopuler
-
Cinta. Kini sudah direkayasa. Diolak alik. Semanis madu. Tapi berbisa. Cinta. Kini sudah jadi dilema. Beritanya pun. Selalu jadi t...
-
Postingan pertama, akhirnyaaaa... :3 Di postingan pertama ini, saya ingin bercerita tentang lirik lagu yang sudah saya terjemahin ke dalam...
-
( LANJUTAN ) Objek yang paling menakutkan di setiap Universitas di Indonesia, tak terkecuali di Unhas, adalah Senior. Bahkan ada sebuah ...
-
Capacity Building Gelombang I 11-18 September 2012 Awalnya, yudisium untuk spesialisasi Akuntansi -jurusan yang saya geluti, red- dij...
-
Ini catatan FB pertama yang aku buat pertama kali di STAN. Catatan ini tentang aku dan mama. Tentang hari-hari kami di ...
-
( Lanjutan ) Sekembalinya ibuku ke Makassar, hidupku di kosan terasa sangat sepi. Teman-temanku yang berasal dari Makassar sem...
-
Aku sangat bahagia bisa lolos dalam 2 buah kompetisi akbar yang benar-benar menguras pikiran dan tenaga sebagian besar calon mahasiswa. Mu...
-
Berawal dari minat saya membaca artikel, baik itu artikel bahasa Indonesia maupun bahasa Inggris. Dulu, waktu jaman kelas 3 SMP, temen say...
-
Ehem ehem. Masih ingat blog ini ? Halaaah.. *pura-pura amnesia* -,- Setelah sekian lama vakum dari dunia tulis-menulis dan baca-membaca...
-
Tinggal beberapa hari, saya akan pulang kembali ke kampung halaman saya di Makassar. Sisa beberapa hari lagi batas waktu pengumpulan outlin...
Tema
- Aku dan Tuhan (1)
- Keluarga (1)
- Kisahku (9)
- Opiniku (5)
- Pengetahuan (1)
- Puisi (1)
- Random (1)
- Romantisme (7)
salut dan salam sukses,terima kasih mau berbagi disini
BalasHapuswaa, keren kak.
BalasHapus